Welcome to my Blog Aliyono Dicaprio

Selasa, 06 Juli 2010

Pengabdian Tanpa Syarat

Dalam keadaan "darurat", ada orang-orang yang membuat semacam   "perjanjian transaksional" dengan Tuhan. Jika pekerjaan ini   berhasil, saya akan giat melayani Tuhan. Kalau sembuh, saya akan memberi persembahan. Kalau lulus ujian, saya akan membaca Alkitab   sampai selesai. Dan sebagainya. Pertanyaan yang muncul adalah:   Mengapa seseorang perlu menunggu "dapat sesuatu" dulu untuk"melakukan sesuatu" buat Tuhan? 

Sebuah cerita yang "lain dari biasa" terjadi pada Sadrakh, Mesakh,   dan Abednego. Mereka diperhadapkan pada dua pilihan: menyembah dewa   orang Babel atau masuk ke perapian yang menyala-nyala. Dalam keadaan   "darurat" itu mereka tidak merancang "perjanjian transaksional"   dengan Tuhan. Mereka tidak melakukan tawar-menawar demi keselamatan   sendiri, tetapi membulatkan tekad untuk setia pada prinsip imannya:   setia hanya kepada Allah dan tidak mau menyembah dewa apa pun   risikonya. Bahkan, mereka siap untuk kemungkinan "terburuk" jika   Tuhan mengizinkan mereka untuk tidak selamat dari perapian yang menyala-nyala itu! Teguh mengabdi, itu yang dilakukan Sadrakh,   Mesakh, dan Abednego. Hasilnya? Tuhan mengizinkan mereka masuk ke   perapian dan mereka tetap selamat.

Mengabdi kepada Tuhan berarti menyerahkan hidup 100%  kepada-Nya   tanpa syarat. Bahkan, ketika ada orang yang menolak kita; atau   seandainya Tuhan mengatakan "tidak" untuk keinginan kita,   kesungguhan pengabdian itu mestinya tidak menjadi pudar. Demikian   juga dalam setiap doa, kiranya kita tidak "mengancam Tuhan" atau   membuat janji-janji di hadapan-Nya sekadar demi mendapatkan sesuatu seperti Sadrakh, Mesakh, dan Abednego —-HA
               KESETIAAN UNTUK TUNDUK PADA OTORITAS TUHAN
         MEMERLUKAN KEYAKINAN BAHWA TUHAN TAKKAN
TINGGAL DIAM

Tidak ada komentar: